18.2.10

Learn to Ask Better Questions

These following ideas were taken from John Baldoni's blog on Harvard Business Review with no addition nor revision whatsoever

Learn to Ask Better Questions
4:35 PM Tuesday February 16, 2010 by John Baldoni


Every leader I know has at least one need in common: a need to connect honestly with others. One way to help foster improved connections is by asking good questions. Leaders who excel at asking good questions have honed an ability to cut to the heart of the manner in a way that disarms the person being interviewed and opens the door for genuine conversation.Whether they are talking to customers, interviewing job candidates, talking to their bosses, or even questioning staff, executives need to draw people out. And so often, it is not a matter of what you ask, it is how you ask it. Here are some suggestions.

  • Be curious. Executives who do all the talking are those who are deaf to the needs of others. Sadly, some managers feel that being the first and last person to speak is a sign of strength. In reality, though, it's the opposite. Such behavior is closer to that of a blowhard who may be insecure in his own abilities, but is certain of one thing — his own brilliance. Such an attitude cuts off information at its source, from the very people — employees, customers, vendors — whom you should trust the most. Being curious is essential to asking good questions.
  • Be open-ended. Leaders should ask questions that get people to reveal not simply what happened, but also what they were thinking. Open-ended questions prevent you from making judgments based on assumptions, and can elicit some surprising answers. In his autobiography, talk show host Larry King recalls asking Martin Luther King, who had just been arrested for seeking to integrate a hotel in Florida, what he wanted. To which King replied, "My dignity." Using what, how and why questions encourages dialogue.
  • Be engaged. When you ask questions, act like you care. Yes, act — show that you are interested with affirmative facial expressions and engaged body language. This sets up further conversation and gets the individual to reveal information that could be important. For example, if you are interviewing a job candidate you want to encourage him or her to talk about not only accomplishments but also setbacks. An interested interviewer will get the person to talk in depth about how he or she rebounded from failure. That trait is worthy of consideration in recruiting. But interviewees will only open open up — especially on sensitive subjects — if you actively show interest.
  • Dig deeper. So often executives make the mistake of assuming all is well if they are not hearing bad news. Big mistake. It may mean employees are afraid to offer up anything but good news, even if it means stonewalling. So when information surfaces in your dialogue, dig for details without straying into recrimination. Get the whole story. Remember, problems on your team are, first and foremost, your problems.
    Not every conversation need be on point and under the gun. There will be times when you'll need a more solicitous tone and a more leisurely pace, especially when coaching an employee or listening carefully to a customer concern. There, taking your time might be most appropriate.

Asking good questions, and doing so in spirit of honest information gathering and eventual collaboration, is good practice for leaders. It cultivates an environment where employees feel comfortable discussing issues that affect both their performance and that of the team. And that, in turn, creates a foundation for deepening levels of trust.

16.2.10

DENGAN HATI: story of 50th anniversary and arisan para istri (mantan) pejuang

Sabtu kemarin 13 Feb saya diundang ke acara 50th Wedding anniversary bude saya di rumahnya (bude = kakak dari ayah saya), acara nya dibuat sederhana tapi ends up jadi sangat meriah karena berbarengan juga dengan arisan rutin Putri Ganesha (sebutan untuk perkumpulan istri mantan Tentara Pelajar).

Kalimat pertama yang saya ucapkan waktu menerima telepon dari Mama tentang undangan ini adalah, "Wow, 50 tahun, hebat banget!" dan memang disadari atau tidak 50 tahun bisa dibilang sebuah rekor.
Kebetulan saat ini saya belum menikah, dan belum bisa berbagi mengenai kehidupan pernikahan, namun satu hal yang saya yakini adalah, mereka pasti menyimpan cinta yang amat besar antara satu sama lain sehingga mereka bisa bertahan sampai selama ini.

Cinta, ia tidak akan ada jika kita tidak punya hati, dan ia juga tidak akan ada jika kita tidak punya iman.

Di acara itu saya melihat betapa besar cinta diantara mereka berdua, pun dengan anak-anak dan cucu-cucunya yang terwakili dalam sebuah puisi khusus yang dibacakan pada awal acara. Tak ayal, beberapa tamu tampak menyeka air mata haru mereka manakala mendengarkan curahan cinta dan kasih sayang yang disampaikan dengan sangat indah lewat puisi tersebut.
Diiringi doa dan tepuk tangan para tamu, dilaksanakan potong tumpeng dan kue tart sebagai simbol selebrasi, dan acara pun di lanjutkan dengan makan bersama.

Oh iya, arisan...

To be honest, saya adalah orang yang kurang suka dengan arisan, mungkin karena dalam hati sebenarnya saya agak sedih saat waktu kecil sering ditinggal mama untuk arisan namun tidak sanggup mengatakan nya (halah...kok jadi mellow begini??? :p)

Eniwei, arisan di acara ini buat saya menarik, karena walaupun dengan peserta yang hampir semua berusia di atas 50 tahun, tapi semangat mereka hampir mengalahkan saya yang baru berusia 20-an.
Setelah makan siang, ada sesi menyanyi dan (amazingly!) dansa dansi, tanpa dikomando (nampaknya mereka sudah rutin melakukan ini) seorang wanita menuju ke tempat sang pemain organ tunggal mengambil mikrofon dan mulai menyanyikan lagu berbahasa Belanda....ahhh....serasa melayang ke dunia lain walaupun kegiatan saya pada saat lagu terdendang adalah cuci piring!

Lagu selanjutnya, berbahasa Indonesia serta bernada agak keroncong (two thumbs up buat pemain organ yang bisa mengakomodasi keinginan audiens-nya). Sukses dengan dua lagu serta waktu yang tepat setelah makanan tercerna dengan sempurna, maka mengalunlah lagu ketiga berbahasa Inggris dengan irama dance, dan (sekali lagi tanpa komando) satu-persatu para tamupun turun ke 'lantai dansa' dan mulai berdansa dan berjoget.
Bukan ketepatan gerak dan gaya yang saat itu saya perhatikan, namun rasa kebersamaan serta kegembiraan yang terpancar jelas dari wajah-wajah mereka lah yang membuat saya takjub.
Kembali, hati mereka 'berbicara'.

Sekali lagi dibuktikan dengan hati dan dari hati kita bisa menyampaikan sejuta hal yang indah.
Mengutip kata-kata dari Aa Gym,
jagalah hati, jangan kau kotori
jagalah hati, cahaya Illahi

salam sayang :)

15.2.10

Data Trafficking

02.20 PM
Telepon berdering, dari sebuah nomer handphone 0857xxxxxx, (berpikiran positif) segera mengangkat telepon

Saya (sy) : Hellow...
Seberang (sb) : Selamat siang, dengan Ibu *** (sopan banget)
SY : iya betul
SB : saya A%&b^%$ (gak kedengeran ngomongnya cepet banget), ingin menawarkan KTA dengan bunga spesial untuk Ibu
SY : mohon maaf Pak saya tidak tertarik
SB : oh begitu, terima kasih Bu selamat siang
SY : menutup telepon sambil kebingungan "dapet darimana nomer hape gue?"

Lesson learned: jika suatu hari kita pernah menyampaikan permohonan aplikasi kartu kredit, dan/atau keanggotaan suatu tempat, dan/atau aplikasi apapun yang meminta kita menulis nama, alamat, nomer telepon dan alamat email (kecuali jika melamar pekerjaan dimana dijanjikan bahwa data kita akan dirahasiakan), maka berhati-hati lah karena itu berarti data kita sudah beredar di tangan para telemarketer seluruh dunia.

Be Aware!